Benarkah Dwi Fungsi ABRI Akan Kembali? Ini Ketakutan Publik terhadap RUU TNI

Benarkah Dwi Fungsi ABRI Akan Kembali? Ini Ketakutan Publik terhadap RUU TNI

Selama lebih dari 20 tahun, Indonesia hidup dalam semangat reformasi yang berusaha menjauhkan militer dari urusan sipil dan pemerintahan. Dwi Fungsi ABRI — konsep yang dulu menjadi simbol dominasi militer di berbagai aspek kehidupan — telah dihapuskan demi membangun negara demokratis yang kuat.

Namun kini, muncul kembali rasa was-was dari masyarakat. Penyebabnya? Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI yang sedang dibahas di DPR dianggap berpotensi membuka pintu bagi militer kembali aktif dalam jabatan sipil. Banyak yang khawatir: apakah ini tanda-tanda kembalinya Dwi Fungsi ABRI?

Apa Itu Dwi Fungsi ABRI?

Dwi Fungsi ABRI adalah konsep yang lahir di era Orde Baru, di mana militer memiliki peran ganda: sebagai alat pertahanan dan sebagai kekuatan sosial-politik. Dengan alasan menjaga stabilitas, militer pun terlibat aktif di pemerintahan, politik, bahkan ekonomi.

Hasilnya? Banyak jabatan publik diisi militer aktif — dari menteri hingga kepala daerah. Namun, hal ini justru menumpulkan demokrasi dan menciptakan pemerintahan yang otoriter. Maka dari itu, Reformasi 1998 menegaskan pemisahan militer dari urusan sipil.

TNI Pasca Reformasi

Setelah keluarnya UU TNI No. 34 Tahun 2004, TNI diberi mandat untuk fokus di sektor pertahanan. Mereka tidak boleh berpolitik, tidak boleh berbisnis, dan tidak boleh mengisi jabatan sipil kecuali dalam keadaan darurat dan dengan izin presiden.

Hal ini membentuk citra TNI yang profesional dan lebih fokus pada tugas pokok. Tapi sayangnya, kondisi ini kini berpotensi berubah seiring revisi undang-undang yang sedang bergulir.

Isi RUU TNI yang Memicu Kekhawatiran

1. Penempatan Militer Aktif di Jabatan Sipil

RUU TNI membuka kemungkinan prajurit aktif menempati posisi di 15 kementerian/lembaga, seperti Kemenko Polhukam, Kementerian Perhubungan, hingga Kemenpora. Hal ini dianggap sebagai langkah mundur dan bisa membuka pintu masuk Dwi Fungsi kembali.

2. Perluasan Tugas Non-Perang

RUU juga memperluas peran TNI di luar perang, termasuk dalam pemberantasan narkoba, penanganan bencana, keamanan laut, dan urusan siber. Banyak yang menilai, peran ini seharusnya ditangani oleh sipil atau lembaga non-militer agar tidak terjadi tumpang tindih kekuasaan.

3. Perpanjangan Usia Pensiun

RUU mengusulkan perpanjangan usia pensiun untuk perwira tinggi. Ini dikhawatirkan menjadi alasan untuk "menitipkan" perwira aktif ke posisi sipil agar tetap mendapat jabatan, bukan demi kepentingan negara.

Alasan Mengapa Masyarakat Khawatir

🔺 Sejarah Buruk Dwi Fungsi ABRI

Di masa lalu, Dwi Fungsi menciptakan pemerintahan yang represif, sulit dikritik, dan anti demokrasi.

🔺 Kemunduran Demokrasi
Jika militer kembali ke jabatan sipil, akan sulit menjaga keseimbangan kekuasaan. Sipil akan kehilangan dominasi dalam mengatur pemerintahan.

🔺 Potensi Penyalahgunaan Wewenang
Penempatan prajurit aktif di posisi strategis sipil rawan konflik kepentingan, terutama jika tidak ada mekanisme kontrol yang kuat.

Pemerintah: Tidak Ada Niat Menghidupkan Dwi Fungsi

Pihak pemerintah menyatakan bahwa penempatan prajurit hanya untuk posisi strategis dan tetap mengikuti perintah presiden. DPR pun mengklaim tidak akan menghidupkan Dwi Fungsi.

Namun publik tetap skeptis. Tanpa batasan dan pengawasan yang jelas, ketentuan-ketentuan ini tetap bisa disalahgunakan di masa depan.

Solusi dan Harapan

RUU TNI Harus Dibuka untuk Partisipasi Publik
Pembahasan RUU harus transparan dan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan media agar tidak melenceng dari semangat reformasi.

Kembalikan Fokus TNI ke Pertahanan
Tugas TNI seharusnya dipusatkan pada pertahanan negara. Urusan sipil dan kebijakan publik harus tetap ditangani oleh sipil.

Perkuat Sistem Sipil dan Demokrasi
Demokrasi yang kuat membutuhkan institusi sipil yang independen. Militer sebaiknya tetap netral dan profesional sesuai peran dasarnya.

Penutup

RUU TNI saat ini menjadi ujian besar bagi demokrasi Indonesia. Ketakutan akan kembalinya Dwi Fungsi ABRI bukanlah paranoia tanpa dasar — tapi cerminan dari pengalaman sejarah yang kelam. Reformasi 1998 bukan sekadar momentum politik, tapi tonggak perjuangan rakyat untuk meraih kebebasan dan keadilan.

Kita, sebagai warga negara, harus aktif mengawasi, bersuara, dan menjaga agar reformasi tidak dikorbankan demi kepentingan kekuasaan sesaat.

"Tentara yang kuat dibutuhkan negara. Tapi tentara yang netral dan profesional, jauh lebih dibutuhkan demokrasi."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saat Trump Menyerang dengan Tarif: Kisah Perang Dagang yang Mengguncang Dunia

Mengapa Naruto Dianggap Sebagai Bagian dari Big Three?

Gejolak Pasar Saham Global: Imbas Tarif Presiden Trump yang Mengguncang Dunia